Sumoroto - Monumen yang dibangun buat mengabadikan sejarah Kerajaan Bantarangin, yaitu kerajaan yg dibangun sang Prabu Klonoswandono. Tetapi, bagaimana cerita dibalik Monumen Bantarangin itu?
Penulis menemui Mbah Kusni buat mendengar cerita dibalik Monumen Bantarangin ini.
“Tersebutlah Siswandono putra Ratu Kediri, diminta buat menggantikan posisi ayahnya sebagai ratu pada Kediri. Siswandono merasa itu adalah tanggung jawab yg sangat akbar & beliau merasa belum bisa mengemban amanah itu.
Karena itu, Siswandono berkelana ke Gunung Lawu. Siswandono berguru mencari ilmu buat keselamatan jiwa raganya dan tuntunan yg baik buat mengatur pemerintahan. Sesampainya di Gunung Lawu, beliau bertemu menggunakan Ki Hajar Soko kemudian Siswandono berguru pada dia. Dia juga betemu dengan Pujangga Anom yg datang menurut arah selatan, yang pula akan berguru pada Ki Hajar Soko. Lantaran sama-sama bertemu pada perguruan Ki Hajar Soko, Siswandono menduga Pujangga Anom menjadi saudara termuda. Dari perguruan inilah interaksi Siswandono menjadi dekat menggunakan Pujangga anom, sehingga sejak saat itu Pujangga Anom menjadi pendamping setianya.
Setelah sekian waktu, Siswandono akhirnya lulus berdasarkan perguruan Ki Hajar Soko. Seiring lulusnya Siswandono, Ki Hajar Soko memerintahkannya buat mencari abu yg ia buang kearah timur-selatan (tenggara).
“golekono cebloke awu iki. (Silahkan kamu cari letak jatuhnya abu ini)” kata Ki Hajar Soko pada Siswandono. Mendapat perintah tadi, Siswandono segera berangkat berangkat ditemani Pujangga Anom. Oleh gurunya, beliau dibekali pusaka Pecut Cemeti Samandiman, Payung Tunggul Naga, dan Tombak Jabardas. Mereka melakukan pengembaraan mencari jatuhnya abu kearah tenggara. Setelah menempuh perjalanan jauh, mereka menemukan loka tadi. Di sana, lalu dibangunlah suatu kerajaan yg dianggap dengan Bantarangin. Siswandono pada akhirnya dinobatkan menjadi Raja Bantarangin dengan berganti nama menjadi Prabu Klono Sewandono.”
Tempat yang kini dibangun monumen Bantarangin ini mulanya merupakan Bumi Sabuk Janur, yaitu tanah milik mbah Kusni. Pemerintah, melalui saran dan perhitungan berdasarkan sesepuh Ponorogo, Mbah Wo Kucing, mendirikan monumen Bantarangin di desa Somoroto ini.
Sebenarnya sampai waktu ini belum ada penelitian yg menyatakan apakah tlatah Bantarangin memang sahih-benar berada pada desa Somoroto ini.
Salah satu yg menguatkan tlatah Bantarangin terdapat di sekitar desa Somoroto ini adalah bahwa dahulu sekitar desa ini masih ada tembok tinggi yg berdiri kokoh dengan batu bata besar & tebal seperti jaman kerajaan.
Tembok ini diduga dan akhirnya diyakini sang rakyat sebagai bekas kerajaan Bantarangin. Seiring berjalannya ketika, batu-bata yang tertinggal disekitar sini digunakan warga buat membentuk pondasi tempat tinggal .
Bersyukur, Mbah Kusni masih menyimpan satu butir batu bata serpihan bangunan tadi. Namun, belum terdapat yang mengklaim kaitan batu tersebut dengan tlatah Bantarangin.
Harapan kedepannya, terdapat penelitian arkeolog yg dapat menggali & meneliti lagi di mana letak sentra kerajaan Bantarangin pada Ponorogo.
Penulis menemui Mbah Kusni buat mendengar cerita dibalik Monumen Bantarangin ini.
“Tersebutlah Siswandono putra Ratu Kediri, diminta buat menggantikan posisi ayahnya sebagai ratu pada Kediri. Siswandono merasa itu adalah tanggung jawab yg sangat akbar & beliau merasa belum bisa mengemban amanah itu.
Karena itu, Siswandono berkelana ke Gunung Lawu. Siswandono berguru mencari ilmu buat keselamatan jiwa raganya dan tuntunan yg baik buat mengatur pemerintahan. Sesampainya di Gunung Lawu, beliau bertemu menggunakan Ki Hajar Soko kemudian Siswandono berguru pada dia. Dia juga betemu dengan Pujangga Anom yg datang menurut arah selatan, yang pula akan berguru pada Ki Hajar Soko. Lantaran sama-sama bertemu pada perguruan Ki Hajar Soko, Siswandono menduga Pujangga Anom menjadi saudara termuda. Dari perguruan inilah interaksi Siswandono menjadi dekat menggunakan Pujangga anom, sehingga sejak saat itu Pujangga Anom menjadi pendamping setianya.
Setelah sekian waktu, Siswandono akhirnya lulus berdasarkan perguruan Ki Hajar Soko. Seiring lulusnya Siswandono, Ki Hajar Soko memerintahkannya buat mencari abu yg ia buang kearah timur-selatan (tenggara).
“golekono cebloke awu iki. (Silahkan kamu cari letak jatuhnya abu ini)” kata Ki Hajar Soko pada Siswandono. Mendapat perintah tadi, Siswandono segera berangkat berangkat ditemani Pujangga Anom. Oleh gurunya, beliau dibekali pusaka Pecut Cemeti Samandiman, Payung Tunggul Naga, dan Tombak Jabardas. Mereka melakukan pengembaraan mencari jatuhnya abu kearah tenggara. Setelah menempuh perjalanan jauh, mereka menemukan loka tadi. Di sana, lalu dibangunlah suatu kerajaan yg dianggap dengan Bantarangin. Siswandono pada akhirnya dinobatkan menjadi Raja Bantarangin dengan berganti nama menjadi Prabu Klono Sewandono.”
Tempat yang kini dibangun monumen Bantarangin ini mulanya merupakan Bumi Sabuk Janur, yaitu tanah milik mbah Kusni. Pemerintah, melalui saran dan perhitungan berdasarkan sesepuh Ponorogo, Mbah Wo Kucing, mendirikan monumen Bantarangin di desa Somoroto ini.
Sebenarnya sampai waktu ini belum ada penelitian yg menyatakan apakah tlatah Bantarangin memang sahih-benar berada pada desa Somoroto ini.
Salah satu yg menguatkan tlatah Bantarangin terdapat di sekitar desa Somoroto ini adalah bahwa dahulu sekitar desa ini masih ada tembok tinggi yg berdiri kokoh dengan batu bata besar & tebal seperti jaman kerajaan.
Tembok ini diduga dan akhirnya diyakini sang rakyat sebagai bekas kerajaan Bantarangin. Seiring berjalannya ketika, batu-bata yang tertinggal disekitar sini digunakan warga buat membentuk pondasi tempat tinggal .
Bersyukur, Mbah Kusni masih menyimpan satu butir batu bata serpihan bangunan tadi. Namun, belum terdapat yang mengklaim kaitan batu tersebut dengan tlatah Bantarangin.
Harapan kedepannya, terdapat penelitian arkeolog yg dapat menggali & meneliti lagi di mana letak sentra kerajaan Bantarangin pada Ponorogo.