BELAJAR DARI LEBAH

Lebah, sejenis serangga kecil, menjadi judul pada sebuah surat Al-Qur'an, An Nahl (Surah 16). Bahkan Allah SWT. memberi ilham kepada Lebah untuk membuat sarang di bukit-bukit di atas pohon dan di tempat-tempat yang dibuat manusia.

وَأَوْحَىٰ رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ

Waawha rabbuka ila alnnahli ani ittakhithee mina aljibali buyootan wamina alshshajari wamimma yaAArishoona
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia", (QS. An-Nahl: 68)

Kemudian memakan bermacam buah-buahan, seraya tetap menempuh jalan petunjuk Allah. Sehingga dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya serta mengandung obat menyembuhkan bagi manusia. Di situ terdapat tanda-tanda keagungan Allah SWT. bagi manusia yang berfikir.

ثُمَّ كُلِي مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًا ۚ يَخْرُجُ مِن بُطُونِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِّلنَّاسِ ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Thumma kulee min kulli alththamarati faoslukee subula rabbiki thululan yakhruju min butooniha sharabun mukhtalifun alwanuhu feehi shifaon lilnnasi inna fee thalika laayatan liqawmin yatafakkaroona

kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl: 69)

Imam Fakhruddin ar Razi, penulis kitab tafsir Mafatihul Ghaib menguraikan dua ayat di atas sebagai berikut, "Hewan setingkat lebah, mendapat ilham naluri dari Allah SWT. untuk menempuh perjuangan hidup di bawah naungan rahmat-Nya. Tidak pernah menyeleweng dari petunjuk-Nya. Lurus menempuh jalan yang diridhai-Nya. Hasilnya tidak sia-sia. Mendatapgkan manfaat bagi dirinya sendiri sebagai mahluk yang hidup bersih, satu padu menjalin kebersamaan. Juga manfat bagi mahluk lain. Terutama manusia. Sebab dari perut lebah keluar cairan madu yang lezat dan mengandung obat menyehatkan."

Coba bandingkan dengan manusia sendiri. Apa yang keluar dari perut mereka? Cuma kotoran belaka yang amat menjijikkan. Tak peduli manusia itu tampan, cantik, kaya-raya, berkuasa, sohor, dan lain-lain yang hebat-hebat. Jauh berbeda dengan lebah yang dianggap hewan hina dina, tapi mampu hidup mulia dan berguna.

Maka sangat wajar, jika Nabi Muhammad Rasulullah SAW., memisalkan kehidupan umat Islam itu, bagai Lebah,
"Matsalalul mu'mini kamatsalin nahlati an akalat akalat thayyibatan wa in wadla'at thayyibatan wa in wa qa'at ala udi nakhirin lam takrahu". Artinya, "Contoh mukmin ibarat lebah. Jika lebah makan, memakan yang baik-baik. Jika membuang kotoran, kotoran yang baik-baik (berbentuk madu). Jika hinggap di atas ranting pohon, tak menyebabkan ranting patah." (Hadits sahih riwayat Imam Bukhari)

Kegotongroyongan Lebah yang hidup berkelompok, tak terpisahkan satii sama lain dalam berbuat kebaikan dan kebajikan, benar-benar merupakan bukti penerapan perintah Allah SWT. kepada manusia beriman, yaitu

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ

wataAAawanoo AAala albirri waalttaqwa

tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, (QS. Al Maidah: 2)


Begitu patuh Lebah terhadap perintah Allah SWT. agar

فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ

faoslukee subula rabbiki

tempuhlah jalan Rabbmu. (QS. An-Nahl: 69)

Sehingga tidak pernah melanggar larangan-Nya.

تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

taAAawanoo AAala alithmi waalAAudwani

jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (QS. Al-Maidah: 2)

Manusia, sebagai makhluk istimewa, diberi anugerah akal pikiran, anggota tubuh, dan panca indera amat sempurna, sering kali kalah oleh Lebah. Jika lebah mampu bekerja sama dalam kebaikan dan takwa, manusia sering lalai. Kesatupaduan berbuat kebaikan dan menjalankan perintah Allah SWT., sekaligus meninggalkan larangan-Nya, nyaris tak pernah terwujud dalam kenyataan sehari-hari. Sebab, manusia lebih suka mengerjakan yang dilarang oleh Allah SWT., yaitu bekerja sama dalam dosa dan permusuhan.

Fakta dan data sudah banyak terbuka. Banyak terbaca. Terdengar tiap saat. Bagaimana manusia berbuat dosa dan permusuhan itu. Melakukan korupsi, kongkalikong, patgulipat secara berjemaah. Tahu sama tahu. Bersekekongkol menggerogoti segala macam bidang dan lapangan yang bukan hak. Kemudian jika terbongkar, muncullah saling tuding. Saling lempar kesalahan dan tanggung jawab. Sehingga berkembang menjadi permusuhan. Pertarungan kepentingan satu sama lain, yang jelas-jelas "taawanu alal itsmi wal udwan", walaupun para pelakunya merasa bersih, merasa terjerumuskan, merasa dilibatkan. Padahal ketika berbuat, asyik enjoy bersama-sama.

Lebah tidak seperti itu. Mereka memakan makanan yang baik-baik, seperti sari bunga, air buah, atas usaha sendiri. Mereka terbang belasan kilometer setiap hari. Setelah berhasil mendapat makanan, mereka langsung pulang ke sarang. Menyetorkan makanan itu untuk diolah secara kolektif menjadi madu. Tidak pernah ada Lebah, satu atau dua ekor, singgah dulu ke tempat-tempat lain. Menyimpan sebagian makanan perolehannya untuk dikelola sendiri. Dalam arti mencuri, korupsi, mengkhianati kebersamaan. Tidak.

Di tempat mencari makan pun, Lebah tidak pernah menimbulkan kerusakan. Tak ada ranting patah. Tak ada kelopak bunga berguguran. Tak ada buah membusuk. Apalagi menimbulkan polusi, kerusakan lingkungan, protes dari penduduk sekitar, yang merasa dirugikan, seperti sering terjadi di tengah kehidupan manusia masa kini.

Sungguh Mahabenar firman Allah SWT. yang menempatkan Lebah sebagai objek hikmah, bahan renungan, dan koreksi diri bagi manusia beriman yang mau berpikir. Kehidupan Lebah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW. di atas, seharusnya menjadi model kehidupan umat Islam beriman. Segala sesuatu hanya mengandung kebaikan dan kebaikan semata. Manusia yang jika mendapat kesenangan, bersyukur (in ashibat hu sarra-u syakara). Jika mendapat kesusahan, bersabar (in ashabat hu dlarra-u shabard). Karena semua itu merupakan kebaikan dan kebaikan pula.

Jika tidak demikian, maka berlakulah firman Allah SWT., yang menyatakan bahwa penghuni neraka jahanam, kebanyakan dari kalangan manusia dan jin, karena ketidakmampuan mereka menggunakan anggota badan dan panca indera untuk memahami, menyaksikan, mendengar, dan merasakan ayat-ayat Allah (melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya). Mereka seperti binatang, bahkan lebih sesat lagi.

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

Walaqad tharana lijahannama katheeran mina aljinni waalinsi lahum quloobun la yafqahoona biha walahum aAAyunun la yubsiroona biha walahum athanun la yasmaAAoona biha olaika kaalanAAami bal hum adallu olaika humu alghafiloona

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al A'raaf: 179)

Wallahu 'alam. ***

[Ditulis oleh H. USEP ROMLI HM., pengasuh Pesantren Anak Asuh Raksa Sarakan Cibiuk, Garut, pembimbing Haji dan Umrah BPIH Megacitra/KBIH Mega Arafah Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Wage) 6 Desember 2019 / 22 Muharam 1434 H. pada Kolom "CIKARACAK"]