KUAT MENGHADAPI MUSIBAH

أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

Ahasiba alnnasu an yutrakoo an yaqooloo amanna wahum la yuftanoona

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan begitu saja berkata, 'Kami telah beriman.' Sedangkan mereka tidak diuji lagi. (QS. Al-Ankabut: 2)

Banyak orang mengalami kegelisahan karena mungkin sudah puluhan tahun merasa selalu ditimpa musibah dan masalah. Kalau keluarganya sedang berada dalam kerukunan, masalah bisa datang dari tetangga maupun saudara-saudaranya. Maka timbul pertanyaan "Apakah Allah mentakdirkan dalam menjalani hidup ini selalu harus menghadapi berbagai masalah yang kadang kita tidak kuat menanggungnya?"

Untuk menjawab keluhan tersebut di atas, penulis merujuk pada sejarah Nabi Yusuf AS. Saat usia belum balig, Yusuf bermimpi bahwa bintang, mentari, dan bulan sujud kepadanya. Akibat mimpi itu, saudara-saudara Yusuf merasa iri dan dengki sehingga berupaya mencampakkannya.

Berbagai ujian dan tantangan harus dijalani Yusuf karena jauh dari keluarga. Namun, pada akhirnya kehormatan dan kemuliaan diperoleh Yusuf setelah mengalami tahapan demi tahapan ujian. Nabi Yusuf AS. mendapat kedengkian saudara-saudaranya, konspirasi jahat berencana, dimasukkan ke sumur, Yusuf dijual (QS. Yusuf: 20) sebagai budak hina, godaan perempuan, dipenjarakan, dan menolak diajak berbuat mesum (QS. Yusuf: 125). Akan tetapi, pada akhir kisah, Nabi Yusuf AS. menjadi penguasa negeri Mesir.

Sesunguhnya tidak ada orang yang tidak terkena ujian. Bahkan, terhadap orang yang hidup di keluarga penguasa dan memiliki harta melimpah. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Allah akan menguji manusia dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Ujian kebaikan berupa anak, istri, harta kekayaan, pangkat jabatan, dan sejenisnya, sedangkan ujian keburukan bisa berupa fitnah, gibah, dan fitnah kubur.

Ujian yang diberikan juga bisa berupa musibah dan bencana yang semuanya peristiwa yang menyedihkan. Dalam Al-Qur'an, Allah secara tegas menyatakan,

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

Walanabluwannakum bishayin mina alkhawfi waaljooAAi wanaqsin mina alamwali waalanfusi waalththamarati wabashshiri alssabireena Allatheena itha asabathum museebatun qaloo inna lillahi wainna ilayhi rajiAAoona Olaika AAalayhim salawatun min rabbihim warahmatun waolaika humu almuhtadoona

Sesungguhnya Kami telah menguji kalian dengan ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, kematian, dan buah-buahan. Dan sampaikan kabar gembira kepada mereka yang sabar. Ialah mereka yang bila ditimpa musibah berkata, 'Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji'uun.' Mereka yang sabar itu mendapat selawat (keberkahan yang sempurna) dan rahmat dari Tuhannya. Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqarah: 155-157)

Pada dasarnya terdapat tiga macam musibah yakni musibah sebagai upaya meningkatkan keimanan. Nabi SAW. bersabda,

"Orang yang paling pertama dipanggil masuk ke surga adalah orang-orang yang mengucapkan 'alhamdulillah' (memuji Allah) atas kesenangan dan ditimpa kesukaran / kesusahan / bencana. Sesungguhnya orang-orang yang sabar diberi ganjaran pahala tanpa dihitung. Sesungguhnya Allah bila akan memberi seseorang kebaikan atau akan menjadikannya kekasih, dituangkan ujian dengan deras. Lalu hamba itu berdoa maka disambut Allah, "Labbaika wa sa'daika." Tidaklah engkau meminta sesuatu melainkan Aku berikan atau Aku tolak dari yang lebih bahaya dan Aku simpan di sisi-Ku untukmu yang lebih utama."

Bila tiba hari kiamat, didatangkan ahli amal lalu ditimbang amal masing-masing ahli shalat, ahli puasa, ahli sedekah, dan ahli haji, menurut timbangan masing-masing. Kemudian didatangkan seseorang yang terkena musibah dan bagi mereka tidak ada timbangan amal, tetapi pahala itu dituangkan sederas-derasnya sebagaimana dahulu di dunia dituangkan bala.

Dalam menghadapi musibah ini, seseorang akan mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat apabila ridha terhadap qada dan takdir Allah, sabar atas bala ujian, dan berdoa di waktu senang. Selain itu, musibah sebagai teguran yang diberikan karena banyak manusia yang sudah melenceng dari syariat Islam, seperti melakukan kemaksiatan, korupsi, dan kuantitas kaum Muslimin tidak sebanding dengan kualitas non-Muslim.

Terakhir, musibah sebagai siksaan di antara faktor yang menyebabkan datangnya musibah karena sebagian besar manusia melakukan perbuatan dzalim baik perseorangan maupun kelompok. Firman Allah dalam Surat Yunus ayat 13,

وَلَقَدْ أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ مِن قَبْلِكُمْ لَمَّا ظَلَمُوا ۙ وَجَاءَتْهُمْ رُسُلُهُم بِالْبَيِّنَاتِ وَمَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا ۚ كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ

Walaqad ahlakna alquroona min qablikum lamma thalamoo wajaathum rusuluhum bialbayyinati wama kanoo liyuminoo kathalika najzee alqawma almujrimeena

Sesungguhnya telah kami binasakan beberapa kaum sebelum kamu tatkala mereka berlaku dzalim dan telah datang kepada mereka rasul-rasul yang membawa beberapa keterangan tetapi mereka tidak percaya. Demikianlah kami balas terhadap kaum yang merusak itu.

Imam Ghozali dalam kitabnya Mukasyafatul Qulub yang berasal dari Rasul SAW. berkata,
"Ada lima macam kedzaliman yang paling dimurkai Allah, pelakunya bukan saja akan mendapat siksa kelak di akhirat, tetapi selagi masih hidup di dunia. Tuhan akan menimpakan bencana kepada yang bersangkutan jika Ia menghendakinya. Yang lima itu adalah
  1. Pemimpin suatu kaum yang merampas hak rakyatnya, tidak melakukan perbuatan yang benar dan tidak mencegah dari tindakan dzalim;
  2. Pemimpin-pemimpin yang dipatuhi umatnya tetapi tidak berlaku adil kepada yang kuat dan yang lemah dan berbicara menurut hawa nafsunya;
  3. Suami yang tidak menyuruh keluarga dan anak-anaknya menaati Allah dan tidak mengajarkan urusan agama;
  4. Lelaki yang mempekerjakan seseorang tetapi tidak membayar upahnya dengan layak;
  5. Suami berbuat kejam terhadap istrinya dan tidak memberi nafkah."

Semoga kita bisa menghadapi persoalan hidup, bencana, maupun musibah dengan hati tenang, sabar, dan tawakkal seraya terus berikhtiar agar musibah itu tak terjadi lagi.***

[Ditulis oleh H. HABIB SYARIEF MUHAMMAD ALAYDRUS, mantan Ketua PW. NU-Jabar, mantan anggota MPR RI, dan Ketua Umum Yayasan Assalaam Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Kliwon) 27 Desember 2019 / 13 Safar 1434 H. pada Kolom "CIKARACAK"]